Carian Daripada Blog Ini

Selasa, September 01, 2009

:: TANDA KIAMAT : HILANG ILMU, BERLELUASA KEJAHILAN ::




Di antara tanda akan datangnya kiamat lagi ialah akan dihapuskannya ilmu
(tentang Ad-Din) dan merajalelanya kejahilan. Diriwayatkan dalam Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
    "Artinya : Di antara tanda-tanda akan datangnya kiamat ialah dihilangkannya ilmu (tentang Ad-Din) dan tetapnya kejahilan". (Shahih Bukhari, Kitab Al-Ilm, Bab Raf'i Al-Ilmi wa Zhuhuri Al-Jahli 1:178, Shahih Muslim, Kitab Al-Ilm, Bab Raf'i Al-Ilmi wa Qabdhihi wa Zhuhuri Al-Jahli wa Al-Fitan fi Akhir Az-Zaman 16:222)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Syaqiq, katanya : Saya pernah bersama-sama dengan
Abdullah dan Abu Musa, mereka berkata : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
    "Artinya : Sesungguhnya menjelang datangnya hari kiamat akan ada hari-hari diturunkannya kejahilan dan dihilangkannya ilmu (Ad-Din)". (Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan, Bab Zhuhuri Al-Fitan 13:13)

Dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Haurairah Radhiyallahu 'anhu, ia
berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
    "Artinya : Jangka waktu akan semakin dekat, ilmu (tentang Ad-Din) akan dihilangkan, fitnah akan merajalela, penyakit kikir akan dicampakkan (dalam hati), dan peperangan akan banyak terjadi". (Shahih Muslim, Kitab Al-Ilm, Bab Raf'i Al-Ilm 16 : 222-223)

Ibnu Baththal berkata : "Tanda-tanda akan datangnya kiamat yang dikandung
dalam hadits ini telah kita lihat dengan jelas, yaitu ilmu tentang Ad-Din
telah berkurang, kebodohan merajalela, penyakit kikir telah dicampakkan dalam
hati banyak orang, fitnah merajalela, dan peperangan banyak terjadi". (Fathul
Bari 13:16)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentarinya demikian : "Yang nampak, bahwa di
antara tanda-tanda tersebut yang disaksikannya itu memang banyak terjadi di
samping adanya keadaan yang merupakan kebalikan dari itu. Dan yang dimaksud oleh
hadits tersebut ialah dominannya hal-hal itu sehingga tidak ada yang tidak
demikian melainkan sangat jarang. Inilah yang ditunjuki oleh hadits dengan
ungkapannya 'dihilangkan ilmu (Ad-Din)', maka yang tinggal hanyalah
kebodohan. Namun hal ini tidak mencegah kemungkinan adanya segolongan ahli ilmu,
karena pada waktu itu golongan tertutup di tengah-tengah masyarakat yang jahil
tentang ilmu Ad-Din". (Fathul-Bari 13:16)
Dan penghapusan ilmu Ad-Din ini ialah dengan kematian para ulamanya.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu,
ia berkata : saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
    "Artinya : Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (tentang Ad-Din) dengan serta merta dari hamba-hamba-Nya, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Sehingga apabila tidak ada lagi orang yang alim (mengerti tentang Ad-Din), maka orang-orangpun mengangkat pemimpin-pemimpin yang jahil, lantas mereka ditanya, kemudian memberikan fatwa tanpa berdasarkan ilmu, sehingga mereka sendiri sesat menyesatkan (orang lain)". (Shahih Bukhari, Kitab Al-Ilm, Bab Kaifa Yuqbadhu Al-Ilm 1:94, Shahih Muslim, Kitab Al-Ilm, Bab Raf'i Al-Ilm wa Qabdhihi wa Zhuhuri Al-jahl wa Al-Fitan 16: 223-224)

Imam Nawawi berkata : "Hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
mencabut ilmu (sebagaimana yang tersebut dalam hadits-hadits di muka secara
mutlak) bukanlah menghapuskannya dari dada (hati) para penghafalnya. Tetapi,
yang dimaksud ialah dengan matinya para pemilik ilmu tersebut. Lantas manusia
mengangkat orang-orang yang jahil untuk menghukum (menetapkan dan memutuskan
hukum) dengan kejahilannya sehingga mereka sendiri sesat dan menyesatkan orang
lain". (Syarah Muslim 16:223)
Yang dimaksud dengan ilmu di sini ialah ilmu tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah,
yaitu ilmu yang diwarisi dari para Nabi, karena para ulama adalah pewaris (yang
mewarisi) para Nabi. Dengan lenyapnya para ulama maka lenyap pulalah ilmu
(tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah). Sunnah mati, bid'ah-bid'ah bermunculan, dan
kejahilan merajalela. Adapun ilmu tentang keduniaan, maka ia semakin bertambah
dan ia bukan yang dimaksud dalam hadits-hadits tersebut. Persepsi ini didasarkan
pada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
    "Artinya : Lalu mereka ditanya, lantas mereka memberi fatwa tanpa berdasarkan ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan orang lain".

Sedang kesesatan itu hanya terjadi karena kejahilannya terhadap Ad-Din
(agama). Dan ulama yang sebenarnya ialah ulama yang mengamalkan (menerapkan)
ilmu dan mengarahkan dan menunjukkan umat ke jalan yang lurus dan petunjuk.
Karena ilmu tanpa amal itu tidak ada faedahnya, bahkan menjadi bencana bagi
pemiliknya. Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari dengan lafal:
    "Artinya : Dan amal pun berkurang". (Shahih Bukhari, Kitab Al-Adab, Bab Husnil Khuluq was-Sakha' wa Maa Yukraha min Al-Bukhl 10:10; 456)

Sejarawan Islam, Imam Adz-Dzahabi, setelah menyebut segolongan ulama, beliau
berkata, "Dan mereka tidak diberi ilmu melainkan hanya sedikit. Dan
sekarang tidak ada yang tersisa dari ilmu-ilmu yang sedikit itu melainkan
sedikit sekali yang ada pada orang yang jumlahnya sedikit. Alangkah sedikitnya
orang yang mengamalkan ilmu yang sedikit itu. Semoga Allah mencukupi kita, dan
Dia-lah sebaik-baik Pengurus". (Tadzkiratul-Huffazh 3: 1031)
Kalau keadaan pada zaman Imam Adz-Dzahabi saja demikian, maka bagaimana lagi
dengan zaman kita sekarang ini ? Sesungguhnya semakin jauh zaman itu dari zaman
kenabian maka semakin sedikitlah ilmu tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah dan
semakin banyak kebodohan. Karena, para sahabat Radhiyallahu anhum adalah
orang-orang yang paling mengerti di kalangan umat ini, kemudian para tabi'ut
tabi'in, dan mereka inilah sebaik-baik generasi sebagaimana disabdakan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
    "Artinya : Sebaik-baik manusia ialah generasiku, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka lagi". (Shahih Muslim, Kitab Fadhail Ash-Shahabah, Bab Fadlish Shahabah Radhiyallahu anhum Tsumma Al-Ladzina Yaluunahum 16: 86)

Ilmu tentang Ad-Din itu akan senantiasa berkurang dan kebodohan akan
senantiasa bertambah, sehingga orang tidak tahu lagi apa-apa yang difardhukan
oleh Islam. Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, katanya : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
    "Artinya : Akan hancur Islam ini seperti hancurnya kain yang telah usang, sehingga tidak diketahui orang lagi apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu ibadah haji, dan apa itu zakat. Dan terbangkanlah Kitab Allah pada suatu malam, sehingga tidak ada lagi yang tinggal di bumi satu ayat pun, dan tinggallah beberapa golongan manusia laki-laki dan wanita yang telah berusia lanjut dan lemah, yang berkata. 'Kami dapati bapak-bapak kami dahulu mengucapkan kaimat ini : Laa Ilaaha Ilallah, maka kami mengucapkan kalimat ini".

Maka Shilat (salah seorang perawi hadits ini) bertanya kepada Hudzaifah,
"Apa gunanya Laa ilaaha illallah kalau mereka tidak tahu lagi apa itu
shalat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu zakat ? Lalu Hudzaifah
berpaling tidak menjawabnya. Kemudian Shilat menanyakan lagi sampai tiga kali,
dan Hudzaifah pun selalu berpaling, dan pada kali yang ketiga itulah Hudzaifah
menjawab : "Wahai Shilat, kalimat Laa ilaaha illallah ini akan dapat
menyelamatkannya dari api neraka". Demikian diucapkan oleh Hudzaifah
sebanyak tiga kali. (Sunan Ibnu Majah, Kitab Al-Fitan, Bab Dzahabi Al-Qur'an
wa Al-Ilm 2 : 1344-1345, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4:473, dan dia berkata,
"Ini adalah hadist shahih menurut syarat Muslim, hanya saja beliau berdua (Bukhari
dan Muslim) tidak meriwayatkannya". Dan Adz-Dzahabi menyetujui pendapat Al-Hakim.
Ibnu Hajar berkata. "Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang kuat".
Fathul-Bari 13:16. Dan Al-Bani berkata : "Shahih". Shahih Al-Jami'
ASh-Shaghir 6:339, hadits nomor 7933)
Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu berkata. "Sungguh Al-Qur'an akan
dicabut dari kalian, yaitu ia akan diterbangkan pada suatu malam, hingga ia
lenyap dari hati manusia dan tidak ada lagi yang tinggal di muka bumi". (Riwayat
Thabrani, dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih, kecuali Syaddad bin
Ma'qil, dan dia adalah orang kepercayaan
. Majmu'uz Zawaid 7: 329-330. Ibnu
Hajar berkata. "Riwayat ini sanadnya shahih, tetapi mauquf. Fathul-Bari
13:16". Saya (Yusuf bin Abdullah) berkata. "Isi riwayat seperti ini
tidak mungkin diucapkan berdasarkan pikiran semata-mata, karena itu dihukum
marfu".)
Ibnu Taimiyah berkata. "Al-Qur'an akan diterbangkan pada malam hari dari
mushaf-mushaf dan dari dalam hati pada akhir zaman, maka tidak ada satu pun
kalimat yang tertinggal dalam dada, dan tidak ada satu huruf pun yang tertinggal
dalam mushaf-mushaf". (Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 3: 198-199)
Dan yang lebih besar lagi dari ini ialah akan tidak disebut-sebut lagi lafal
Allah di muka bumi. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits dari
Anas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
    "Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga di muka bumi tidak diucapkan lagi lafal Allah". (Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Dzahaabil Iman Akhiruzzaman 2:17

Ibnu Katsir berkata : "Terdapat dua pendapat mengenai makna hadits ini,

yaitu :
  1. Maknanya, bahwa tak ada lagi orang yang mengingkari kemungkaran dan
    melarang orang lain melakukannya. Pengertian ini diambil dari sabda beliau :
    ".... sehingga tidak ada lagi diucapkan Allah, Allah".
    sebagaimana pula yang tertera dalam hadits Abdullah bin Amr : "Maka
    pada waktu itu hanya tinggal orang-orang bodoh yang tidak mengerti kebaikan
    dan tidak mengingkari kemungkaran". (Musnad Ahmad 11:181-182 dengan
    syarah Ahmad Syakir. Beliau berkata. "Isnadnya shahih". Mustadrak
    Al-Hakim 4: 435, dan beliau berkata. "Ini adalah hadits shahih menurut
    syarat Syaikhani (Bukhari dan Muslim) apabila Al-Hasan mendengarnya dari
    Abdullah bin Amr". Perkataan Al-Hakim ini juga disetujui oleh Adz-Dzahabi)

  2. Sehingga lafal Allah tidak disebut lagi di muka bumi dan tidak lagi
    dikenal nama itu. Hal ini terjadi ketika zaman sudah rusak, nilai
    kemanusiaan telah hancur, kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan telah
    merajalela. (An-Nihayah fil fitan wal Malahin 1: 186 dengan tahqiq Dr
    Thaha Zain)
____________________________________________________________________________________
Disalin dari buku Asyratus Sa'ah, Pasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA. edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari
Kiamat terbitan Pustaka Mantiq, hal. 101-105. Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs
Zaini Munir Fadholi.

Tiada ulasan:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

.: Search Anything Here :.